MERRYANTO, Yohanes and RUSYDI, - and SRI, Naharuddin and VIMERIS, May Trio (2017) LAPORAN AKHIR PEMETAAN PARTISPATIF DI EKOREGION SUNDA KECIL. Project Report. Graha Iskandarsya. (Submitted)
![]() |
Text
Merryanto dkk 2017_Laporan Akhir Pemetaan Partisipatif di Ekoregion Sunda Kecil.pdf Download (18MB) |
Abstract
Laporan Akhir Pemetaan Partisipatif di Ekoregion Sunda Kecil Kondisi sumber daya pesisir di Ekoregion Sunda Kecil relatif bagus, merupakan pilihan yang tepat untuk mendesain jejaring kawasan untuk mengelola potensi konflik pemanfaatan karena beragam aktivitas di pesisir dan laut seperti kegiatan penangkapan, budidaya, pariwisata serta pemanfaan lainnya. Tujan penelitian ini untuk mengetahui berbagai potensi sumber daya perikanan di Ekoregion Sunda Kecil dalam rangka perencanaan penataan ruang laut yang komprehensif serta dalam rangka penyempurnaan dan pemutahiran data untuk desain ilmiah jejaring KKP Ekoregion Sunda Kecil Penelitian dilaksanakan di 36 kabupaten/kota (153 desa pesisir) mencakup 4 provinsi, yaitu Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Provinsi Maluku yang diwakili oleh Kabupaten Maluku Barat Daya dalam Ekoregion Sunda Kecil. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode pemetaan partisipatif untuk memetakan daerah penangkapan ikan, budidaya perairan, pariwisata, penampakan mamalia laut, pantai peneluran penyu, lokasi SPAGS, ancaman terhadap sumber daya, pemanfaatan ruang laut lainnya dan kearifan lokal. Berdasarkan hasil analisis maka dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Alat tangkap aktif a. Ada 10 jenis alat tangkap aktif yang digunakan oleh nelayan dimana alat terbanyak digunakan adalah alat tangkap pancing tangan/dasar (di 30 dari 36 kabupaten/kota yang sudah disurvei, 84%); diikuti oleh jaring insang tetap (26 kabupaten, 72%), jaring insang hanyut (21 kabupaten, 58%), pancing tonda/layang (18 kabupaten, 50%), rawai tuna/hanyut dan jaring/ pukat cincin/lampara (masing-masing 15 kabupaten, 42%), alat lain (14 kabupaten, 39%), rawai dasar/tetap (12 kabupaten, 33%), tombak/panah (4 kabupaten, 11%) dan rawai cucut (1 kabupaten, 3%). Hal ini mengindikasikan bahwa nelayan di lokasi pemetaan umumnya masih merupakan nelayan tradisional karena dominan menggunakan alat tangkap yang sederhana, yaitu pancing tangan, jaring insang tetap, pancing tonda dan jaring insang hanyut. Sedangkan alat berupa kompresor dan bom/sianida/potas/tuba/ pestisida/bius tidak dijumpai di lokasi survei. Hal ini mengindikasikan dua kemungkinan, yakni sudah ada kesadaran masyarakat untuk tidak menggunakan alat- alat tangkap yang merusak lingkungan atau responden tidak memberikan informasi yang sebenarnya karena praktek-praktek perikanan merusak masih saja terjadi di lokasi-lokasi tertentu. Variasi alat tangkap sangat berhubungan dengan jenis ikan target dan musim penangkapan. Umumnya nelayan memiliki 2-3 jenis alat tangkap. Ada yang menggunakan 2 alat tangkap sekaligus dan ada pula yang menggunakan alat tangkap sesuai musim penangkapan. b. Ada 11 jenis ikan/biota target yang ditemukan dengan alat tangkap aktif di lokasi pemetaan yang didominasi oleh kelompok ikan pelagis (36 kabupaten, 100%) dan ikan karang mati (27 kabupaten, 75%). Adapun jenis ikan pelagis besar yang menjadi target penangkapan di lokasi survei adalah ikan tuna, cakalang, tongkol dan layar. Ikan pelagis kecil target adalah ikan teri, terbang, kembung, julung-julung, sembeh, cendro, kurisi, peperek, tembang, lemuru, parang-parang dan belanak. Jenis ikan demersal target meliputi ikan kakap, katamba, kurisi dan biji nangka. Jenis ikan karang target antara lain ikan kerapu dan baronang. Selain itu, teripang, kepiting, sotong/cumi dan mata tuju juga menjadi target tangkapan di beberapa lokasi, demikian pula biota target lainnya adalah pari manta dan penyu (Dompu), paus dan lumba-lumba (Lembata), dan udang (Badung). c. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang paling banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya (21 lokasi), diikuti oleh Alor (17 lokasi), Sumbawa (16 lokasi), Bima dan Buleleng (15 lokasi), serta Flores Timur (10 lokasi). Variasi daerah Ringkasan EksEkutif iv penangkapan ikan dipengaruhi oleh jenis alat tangkap, ikan target, ukuran armada dan musim penangkapan. Umumnya nelayan memiliki trip penangkapan ikan selama 1 hari (one day fishing), yaitu berangkat pagi pulang siang atau sore, dan/atau berangkat sore pulang pagi atau siang. Namun nelayan di Kabupaten Sikka dan Ende memiliki daerah penangkapan hingga keluar kabupaten dengan lama 1 trip bisa selama 4 bulan; nelayan Sumba Barat ada yang memiliki 1 trip hingga 7 hari, Bima 3-4 hari dan Flores Timur 1-2 hari. Ukuran armada dan mesin diduga mempengaruhi lama trip penangkapan ikan. d. Musim penangkapan ikan di Ekoregion Sunda Kecil bervariasi hingga 65 musim penangkapan. Umumnya nelayan melakukan aktivitas penangkapan ikan sepanjang tahun, yaitu di 14 dari 36 kabupaten/ kota lokasi survei. Nelayan Kabupaten Flores Timur tercatat memiliki variasi musim penangkapan terbanyak, yaitu 26 variasi. Sementara daerah yang musim penangkapannya paling tidak bervariasi adalah Kabupaten Sumbawa Barat, Manggarai Barat, Ende dan Sumba Timur, masing-masing hanya 1 variasi. Variasi musim penangkapan diduga dipengaruhi oleh armada penangkapan, alat tangkap dan jenis ikan/ biota target. e. Jenis armada penangkapan ikan yang umum digunakan nelayan adalah armada dengan mesin tempel ketinting (26 kabupaten, 72%) dan mesin dalam (21 kabupaten, 58%). Armada penangkapan tersebut didominasi oleh kapal berukuran relatif kecil, yaitu rata-rata <5 GT (33 kabupaten, 92%) sehingga jarak daerah penangkapan ikan nelayan umumnya tidak jauh dari fishing base dan operasi penangkapan mereka tergolong ke one day fishing. f. Pada umumnya nelayan mendaratkan ikan hasil tangkapan hanya di pantai sekitar fishing base yaitu di pantai, di dermaga/pelabuhan dan ada juga yang langsung dijual ke pasar. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah Pusat Pendaratan Ikan (PPI, 2 lokasi) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI, 9 lokasi) di seluruh lokasi survai. 2. Alat tangkap pasif a. Jenis-jenis alat tangkap pasif yang digunakan nelayan ditemukan hanya di 19 kabupaten/kota. Jenis alat bantu penangkapan yang umum digunakan berupa rumpon (15 kabupaten, 42%) dan bubu (7 kabupaten, 19%). Sementara itu, nelayan di Kota Bima menggunakan alat tangkap pasif berupa keramba dan di Kabupaten Sumbawa menggunakan sero. b. Ikan/Biota target alat tangkap pasif umumnya adalah jenis ikan pelagis (15 kabupaten, 42%) seperti ikan tembang, terbang, layang, tongkol, tuna, kembung dan teri. Sementara itu, cumi-cumi adalah biota target yang sering tertangkap dengan bagan tancap dan lobster sering tertangkap dengan bubu. Khusus karamba jaring apung digunakan juga oleh nelayan Kota Bima untuk memelihara ikan kerapu hidup. c. Lokasi penempatan alat tangkap pasif dan alat bantu terdapat di 19 lokasi. Lokasi penempatan bubu umumnya dekat dari pantai di kawasan terumbu karang. Bagan tancap di Kabupaten Timor Tengah Utara berlokasi pada jarak 300–600 m dari pantai. Sedangkan rumpon umumnya ditempatkan di perairan yang agak dalam karena biasanya target ikannya adalah ikan pelagis besar seperti tuna, tongkol dan cakalang. 3. Daerah pemijahan (Spawning ground, SPAGs): Daerah pemijahan ikan (spawning ground) tersebar di 32 dari 36 lokasi pemetaan. Daerah pemijahan ikan umumnya ditemukan tidak jauh dari pantai, terutama dari jenis ikan karang dan pelagis kecil. Waktu pemijahan bervariasi tergantung lokasi. Ada yang sepanjang tahun dan ada pula yang hanya beberapa bulan. Pemijahan ikan diduga dipengaruhi oleh faktor oseanografi, antara lain suhu, salinitas, oksigen terlarut, arus, cahaya dan nutrisi. 4. Perikanan budidaya a. Jenis budidaya perikanan yang dikembangkan ada 8 jenis yang terdapat di 20 lokasi pemetaan dimana budidaya rumput laut (10 kabupaten, 28%) dan budidaya kerapu (9 kabupaten, 25%) adalah dua jenis usaha terbanyak. Selain itu dijumpai juga budidaya mutiara, bandeng, lobster dan pembuatan garam. Daerah yang memiliki variasi jenis budidaya yang paling banyak adalah Lombok Timur, 5 jenis, dan diikuti oleh Kota Bima, Sumbawa dan Sumbawa Barat, masing-masing 4 jenis. Variasi jenis budidaya diduga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan dan keterampilan petani ikan untuk menjalankan budidaya. b. Budidaya perikanan dilakukan dengan berbagai metode, seperti budidaya rumput laut yang menggunakan 3 metode, yaitu metode apung, long line dan lepas dasar. Metode budidaya rumput laut yang dominan adalah metode long line. Berikutnya, budidaya mutiara menggunakan metode long line dan keramba jaring apung; budidaya ikan kerapu menggunakan metode karamba jaring apung; budidaya udang menggunakan metode tradisional dan intensif; v budidaya bandeng menggunakan metode tradisional; budidaya lobster dan kepiting menggunakan metode karamba jaring apung; dan untuk proses pembuatan garam dilakukan secara tradisional yakni penjemuran menggunakan wadah daun lontar. c. Lokasi budidaya perikanan tersebar di 20 kabupaten/ kota. Sebaran lokasi budidaya terbanyak adalah di Kota Bima yang memiliki 10 lokasi, diikuti Lembata 6 lokasi, Flores Timur 3 lokasi serta Manggarai Timur, Ngada dan Belu masing-masing 1 lokasi budidaya. d. Area budidaya perikanan yang paling luas terdapat di Kabupaten Sumbawa Barat (4,05-17 ha), diikuti oleh Maluku Barat Daya (6 ha), Alor (5,5 ha), Sumbawa (5,24 ha), Kota Bima (4-5 ha) dan Ngada (3 ha). Lokasi terluas adalah untuk budidaya udang dan rumput laut. 5. Pariwisata Ada beragam jenis pariwisata yang dapat dijumpai di Ekoregion Sunda Kecil yaitu rekreasi pantai, diving, snorkeling, surfing, berenang, melihat burung, melihat ular, wisata pancing (sport fishing), dolphin watching, wisata melihat perburuan paus dan pasola. Kecenderungan pilihan para wisatawan mengunjungi jenis pariwisata adalah rekreasi pantai (85 lokasi), diving (33 lokasi), snorkeling (29 lokasi), surfing (28 lokasi), berenang (20 lokasi), wisata lainnya (16 lokasi), sport fishing (9 lokasi) dan dolpin watching (5 lokasi). Jenis pariwisata yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan internasional adalah rekreasi pantai sebanyak 31 lokasi, diving 27 lokasi dan surfing 25 lokasi, namun persentasi kunjungan tertingginya adalah surfing 89%, pancing 89% dan diving 82%. Untuk wisatawan nasional lebih menyukai jenis wisata rekreasi pantai 11 lokasi, diving 10 lokasi dan snorkeling 6 lokasi, namun persentasi kunjungan tertingginya adalah dolphin watching 80%, pancing 33% dan diving 30%. Wisatawan regional dan lokal memiliki pilihan jenis wisata yang sama dan terbatas, yaitu rekreasi pantai masing-masing sebanyak 27 lokasi dan 45 lokasi, sedangkan persentasi kunjungannya untuk wisatawan regional tertinggi adalah pancing 60% dan untuk wisatawan lokal adalah dolphin watching 80%. Rekreasi pantai adalah jenis wisata yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan baik lokal, internasional, regional dan nasional di dalam Ekoregion Sunda Kecil dengan lokasi utama di wilayah Provinsi Bali, diikuti oleh Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Maluku (Kabupaten Maluku Barat Daya). Jenis pariwisata diving yang diminati terutama berlokasi di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jenis wisata snorkeling yang diminati wisatawan adalah yang terdapat di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Wisata surfing di Ekoregion Sunda Kecil yang relatif diminati terdapat di wilayah Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Jenis wisata berenang yang diminati wisatawan adalah di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Maluku (Kabupaten Maluku Barat Daya). 6. Sighting mamalia laut dan biota besar lainnya a. Penamaan paus, lumba-lumba dan biota besar lainnya di 36 kabupaten/kota di dalam Ekoregion Sunda Kecil relatif sama, namun di beberapa lokasi dalam satu kabupaten penyebutan berbeda untuk semua jenis dan atau jenis tertentu. Beberapa kabupaten di Provinsi Bali menyebut paus dengan nama Paus, kecuali di Kabupaten Jembrana dinamai Jalaran. Penyebutan nama lokal paus di Nusa Tenggara Barat beragam seperti Paus, Orca, Karumbu, Sampuru Oi atau Ina Sampuru Oi. Penamaan jenis paus di Nusa Tenggara Timur relatif beragam seperti Sampuru Oi atau Ina Sampuru Oi, Phuloga dan Lelongali. Selanjutnya disejumlah kabupaten penamaan paus sesuai dengan jenisnya, misalnya Keraru/Kiko, Uju Laru/Koteklema, Balea, Kaumbu/Basiauw, Whororto, Tadanu, Takdani, (P. microcephalus), Lelongaji (Balaenoptera musculus), Kelaru (B. brydel) dan Seguni (Orcinus orca). Sedangkan di Kabupaten Maluku Barat Daya disebut Kaburu, Prai dan/atau Oppurmaakhe untuk jenis paus P. microcephalus. Mamalia laut dari jenis lumba-lumba di beberapa lokasi di Ekoregion Sunda Kecil menyebutnya dengan nama umum yakni Lumba dan Lumba-lumba. Namun ada pula nama lokal untuk lumba-lumba secara umum seperti Zobu (Manggarai Timur), Lumo, (Manggarai Barat), Lemu (Maluku Barat Daya), Celeng-celeng (Karangasem), Lobu (Ende), Lopu-lopu (Sikka) dan Lemok/Lemu (Flores Timur). Sedangkan di daerah tertentu ada pula penamaan lokal untuk jenis lumba-lumba tertentu seperti Tursiops aduncus disebut Mokung (Lembata), Lemok/ Temu (Malaka), Longgo Lamoro (Sumba Barat Daya), Wawitahik dan Wailura (Sumba Tengah dan Sumba Barat) serta Wawitahit (Sumba Timur). Penamaan untuk jenis duyung di beberapa daerah menyebutnya dengan nama lokal seperti Ring (Sumba Barat Daya), Roju dan Ringo (Sumba Barat), Ringu (Sumba Timur), Putri Duyung (Lombok Barat), Dugong (Lombok Timur), Ruing (Maluku Barat Daya), dan Duyung (Flores Timur, Sumbawa dan Sumbawa Barat). Penamaan lokal untuk jenis hiu paus beragam seperti dinamakan Kakie (Buleleng), Jou (Sumba Barat), Jou dan Ngero (Sumba Tengah), dan Kambokulu (Sumba Timur). Sementara untuk hiu tikus dan hiu martil dinamai seragam yakni Pakek Torok (Sumbawa) dan hiu martil dinamai Kakio (Tabanan dan Jembrana). vi paus yang bergerak sepanjang tahun bolak balik dari Timur ke Barat atau sebaliknya (TB-BT) dan dari Utara ke Selatan atau sebaliknya (US-SU) yang hanya melakukan perjalanan/migrasi pada waktu tertentu saja; dan kelompok paus yang bermigrasi di Ekoregion Sunda Kecil baik dari Pasifik maupun Atlantik yang bergerak sepanjang tahun. Pergerakan paus di seluruh perairan Bali terjadi pada Januari-Desember pada jarak 5 mil dari garis pantai hingga 15 km dengan lama sighting 5-10 menit dan bahkan 60 menit. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat, lama sighting 5-720 menit dan berlokasi hampir merata di seluruh perairan pada Januari-Desember dengan arah pergerakan umumnya sejajar dengan lokasi sighting. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, paus sighting 2-60 menit pada jarak sekitar 300 m - 30 mil dari garis pantai, antara Januari- Desember dengan arah pergerakan bervariasi menurut posisi lokasi sighting. Di perairan Maluku Barat Daya, sighting paus umumnya antara 5-10 menit, namun bisa hingga 60-120 menit. Sementara itu, sighting lumba-lumba adalah yang paling sering ditemukan oleh nelayan dibanding sighting duyung, hiu paus, dan biota besar lainnya di Ekoregion Sunda Kecil yang umumnya itu terjadi ketika melakukan perjalanan ke lokasi fishing ground dan saat mereka melaksanakan kegiatan penangkapan. Kejadian sighting terjadi dalam waktu 15-30 hari, kadang-kadang sighting satu kali sebulan hingga tiga kali setahun. Jumlah sighting lumba-lumba, duyung, hiu paus dan biota besar lain adalah bervariasi. Radius rata-rata sighting antara 0,5-15 mil dari garis pantai selama 1-720 menit pada Januari-Desember dengan arah pergerakan bervariasi. e. Frekuensi sighting mamalia dan biota besar laut b. Wilayah sighting mamalia laut dan biota besar seperti paus dan lumba-lumba merata pada semua daerah (36 kabupaten/kota) di Ekoregion Sunda Kecil, namun mempunyai perbedaan pada banyaknya jumlah sighting. Jumlah sighting paus terbanyak adalah terdapat di Sumbawa Barat yaitu sebanyak 11- >100 ekor paus. Jumlah sighting lumba-lumba terbanyak terdapat di Jembrana, Gianyar, Buleleng, Manggarai Timur dan Sumba Barat sebanyak 11- >100 ekor. Sementara untuk duyung, hiu paus, hiu tikus dan hiu martil terjadi sighting di beberapa lokasi secara tidak merata. Sighting duyung hanya terjadi di Lombok Barat, Sumbawa, Flores Timur, Lembata, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Sumba Timur, Timor Tengah Utara, Maluku Barat Daya, (1-100 ekor), dan Sumba Barat (>100 ekor). Hiu paus hanya terdapat di Flores Timur, Sumba Timur, Sumba Barat Daya dan Maluku Barat Daya, (terbanyak, 2-25 ekor). c. Kecenderungan sighting untuk paus dan lumba-lumba tertinggi di Flores Timur masing-masing sebanyak 11 kali dan 14 kali sighting. Sedangkan sighting untuk duyung, hiu paus dan biota-biota besar lainnya hanya terdapat di beberapa daerah saja. d. Waktu dan lokasi sighting serta arah pergerakan mamalia laut bervariasi. Kejadian sighting untuk paus terjadi dalam waktu 15-30 hari, kadang-kadang frekuensi sighting 1 bulan dan bahkan 3 kali dalam setahun. Paus terlihat bergerak bolak balik dari Timur ke Barat dan sebaliknya (TB-BT) di seluruh perairan Kawasan Sunda Kecil dimana tidak diketahui asal kedatangannya, namun diduga paus tersebut terdiri dari tiga kelompok, yaitu kelompok paus yang bergerak dari Pasifik melalui Laut Banda; kelompok vii bervaiasi. Sighting paus tertinggi terjadi di 26 lokasi dengan frekuensi kemunculan satu kali setahun. Kehadiran paus di beberapa lokasi di dalam Ekoregion Sunda Kecil tidak menentu. Fenomena sighting paus 1 bulan, 1 tahun, dan >1 tahun dijumpai dibanyak lokasi di seluruh perairan Ekoregion Sunda Kecil. Frekuensi kehadiran lumba-lumba senantiasa terjadi hampir merata di seluruh lokasi pengamatan dibanding dengan duyung, hiu paus dan biota besar lainnya. Frekuensi kehadiran lumba-lumba tertinggi sekali sehari ditemukan di 68 lokasi, sighting sepanjang tahun di 25 lokasi, dan sering muncul terdapat di 24 lokasi. Sighting duyung tertinggi dengan kategori sering muncul dan satu kali sebulan hingga satu kali setahun terjadi pada 3 lokasi. Sementara frekuensi sighting hiu paus tertinggi dengan dengan kategori jarang, satu kali sehari, dan satu kali setahun dengan lokasi berjumlah 1-7 lokasi. Sedangkan frekuensi sighting biota besar lain seperti hiu tikus, hiu koboy, pari manta, dan lainnya bisa terjadi beragam yakni setiap bulan di 15 lokasi, 1 kali sehari di 6 lokasi dan 3-4 kali sebulan di sebuah lokasi. 7. Pantai peneluran penyu a. Ada enam jenis penyu yang ditemukan di Ekoregon Sunda Kecil, namun tidak semua jenis penyu ditemukan di lokasi pemetaan. Sebaran tertinggi adalah jenis penyu sisik yang cukup merata di 29 dari 36 kabupaten/kota terutama di Sumbawa Barat, Sumbawa dan Maluku Barat Daya; penyu hijau (26 kabupaten terutama di Sumbawa Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya), penyu lekang (23 kabupaten, terutama di Maluku Barat Daya, Sumba Tengah, dan Sumba Barat Daya), penyu tempayan (18 kabupaten terutama di Karangasem, Sumbawa dan Sumba Tengah), penyu pipih (17 kabupaten terutama di Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan Sumba Barat), dan penyu belimbing (14 kabupaten, terutama di Gianyar, Sumbawa dan Sumba Tengah). b. Lokasi peneluran penyu di Ekoregion Sunda Kecil adalah merata, kecuali di Dompu tidak diketahui lokasi peneluran penyu. Lokasi bertelur umumnya di substrat pasir halus dengan musim bertelur pada bulan penuh (purnama) dan bulan setengah (usia bulan 7-8 hari) terutama pada musim hujan. Frekuensi bertelur terbanyak adalah satu kali sebulan, dan 1-3 kali dalam sebulan dengan waktu bulan bervariasi (Januari-Desember). c. Sighting dan arah pergerakan beberapa jenis penyu di seluruh Ekoregion Sun da Kecil secara umum bervariasi dan tidak menentu (TT). Ada yang sighting dan bergerak dari Barat ke Timur dan sebaliknya (BT- TB) atau Selatan ke Utara dan sebaliknya (SU-US) dari arah yang berlawanan dan terlihat juga keluar masuk di pesisir pantai untuk bertelur atau bergerak ke arah darat dan sebaliknya ke arah laut lepas (DL-LD). 8. Ancaman terhadap Sumber Daya a. Ancaman terhadap sumber daya mangrove terjadi di 17 dari 36 kabupaten/kota dengan wilayah ancaman tertinggi terjadi di Lombok Tengah, Lombok Timur dan Malaka. Ancaman berupa pengambilan/ penebangan bakau, konversi lahan dan pengambilan telur penyu. b. Ancaman terhadap sumber daya padang lamun terjadi di 8 dari 36 kabupaten/kota dengan wilayah ancaman tertinggi terjadi di Sumba Barat Daya dan Belu. Penyebab ancaman tersebut terdiri dari aktivitas penambangan karang, penebangan bakau, pemboman ikan, serta penambangan pasir, konversi lahan, makameting dan sebab lainnya. c. Ancaman terhadap sumber daya terumbu karang terjadi di 18 dari 36 kabupaten/kota dengan empat wilayah ancaman tertinggi, yaitu Bima, Sumbawa, Sumbawa Barat dan Maluku Barat Daya. Jenis ancaman terdiri dari pemboman ikan, racun ikan, penambangan karang, penebangan mangrove serta konversi lahan dan makameting. d. Ancaman terhadap sumber daya estuaria relatif stabil dan jika pun ada biasanya terkait dengan kawasan ekosistem mangrove seperti pengambilan kayu dan pengerukan pasir sehingga dalam jangka panjang bisa berakibat terhadap perubahan kontur pantai hingga ke wilayah estuaria. Wilayah ancaman hanya ada di 3 dari 36 kabupaten/kota, yaitu Bima, Sumba Barat Daya dan Sumba Timur. Ancaman tersebut disebabkan oleh pemboman ikan, penambangan pasir dan ancaman lainnya e. Ancaman terhadap sumber daya habitat pantai berpasir ditemukan di 11 dari 36 kabupaten/kota dimana ada tiga daerah dengan ancaman tertinggi, yaitu Alor, Lombok Timur dan Lombok Barat. Jenis ancaman terhadap sumber daya pasir berupa penambangan pasir, buangan limbah, pengambilan telur penyu, penebangan bakau, penambangan karang, penangkapan penyu, dan konversi lahan. f. Ancaman terhadap sumber daya lainnya di wilayah pesisir terjadi di 6 dari 36 kabupaten/kota, dimana wilayah dengan ancaman tertinggi terjadi di Kabupaten Alor. Jenis ancaman tersebut adalah disebabkan oleh penambangan pasir, sebab lain, pemboman ikan, pengambilan sirip hiu, pengambilan telur penyu dan viii penangkapan penyu. 9. Pemanfaatan ruang laut: Pemanfaatan ruang laut lainnya di 36 kabupaten/kota di Ekoregion Sunda Kecil secara umum adalah terkait infrastruktur umum seperti pelabuhan milik pemerintah dan swasta, serta perhotelan dan permukiman penduduk. Infrastruktur pelabuhan dijumpai hampir di seluruh pesisir di Ekoregion Sunda Kecil, sementara di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat ruang pesisirnya lebih didominasi oleh hotel, restoran dan pelabuhan, serta ditambah beberapa pabrik perikanan dan infrastruktur umum lainnya. Sementara di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Maluku Barat Daya banyak terkait dengan pemukiman penduduk dan pelabuhan/dermaga. Secara umum di Ekoregion Sunda Kecil pemanfaatan tertinggi adalah untuk pelabuhan sebanyak 50 lokasi (26%) diikuti pembangunan tanggul pantai, bangunan-bangunan milik swasta maupun pemerintah sebanyak 47 lokasi (24%), perhotelan 39 lokasi (20%), permukiman 38 lokasi (19%) dan restoran 20 lokasi (10%) serta jenis pemanfatan yang paling kecil adalah untuk pertambangan hanya 2 lokasi (1%). Sementara perbandingan kepemilikan aset pemanfaatan ruang pesisir lainnya antara pemerintah dan swasta adalah 47 lokasi (24%) : 149 lokasi (76%). 10. Kearifan lokal: Dari 36 kabupaten/kota di Ekoregion Sunda Kecil hanya 15 kabupaten yang melaporkan adanya kearifan lokal, yakni Badung, Tabanan, Jembrana, Karangasem, Klungkung, Gianyar, Buleleng, Bima, Dompu, Flores Timur, Lembata, Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Timur, dan Maluku Barat Daya. Kearifan lokal dimaksud merupakan ritual masyarakat untuk melakukan ragam aktivitas di wilayah pesisir dan laut. Contohnya Awig-awig dan Petik laut di Provinsi Bali, Doa bersama, Oi Pana dan Doa Keselamatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan di Provinsi Nusa Tenggara Timur ada Sejo Dingin (Flores Timur), Leka Ika (Lembata), Marapu Panda dan Parupu Kaloro (Sumba Barat Daya), Mabiha dan Wulapadu Laboya (Sumba Barat), Mawupahodu (Sumba Timur), serta Sasi di Maluku Barat Daya. Persentase kearifan lokal yang masih aktif dan tidak di Ekoregion Sunda Kecil selama survei menunjukan rasio yakni 15 aktif (42%) : 21 tidak aktif (58%). Beberapa kearifan yang sangat kental dengan perlindungan kawasan adalah Awig-awig, Petik Laut, Marapu Panda dan Parupu Kaloro, Mabiha dan Wulapadu Laboya, dan Sasi. Laporan kearifan lokal hasil pemetaan partisipatif tahun 2015 kalau dilihat dari lokasi survei sebenarnya belum mengakomodir beberapa aktivitas kearifan lokal yang masih aktif, seperti Nempung Cama di Manggarai Barat dan Manggarai, Songgo Ili, Po’o Dubhu, dan Puru Ngalu di Sikka dan banyak kearifan lokal di beberapa desa lainnya yang bukan target survei. 11. Simpulan a. Studi survei pemetaan partisipatif di Ekoregion Sunda Kecil telah dilaksanakan di 153 titik/desa pesisir meliputi empat provinsi, yaitu Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan Provinsi Maluku yang diwakili Kabupaten Maluku Barat Daya. Secara umum terlihat adanya kesamaan kondisi sumber daya dan aktivitas nelayan di wilayah pesisir antara Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat, serta antara Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Maluku Barat Daya. Terlihat bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya alam, fasilitas infrastruktur dan sumber daya manusia di Provinsi Bali dan NusaTenggara Barat lebih banyak, lebih baik dan lebih maju dibanding dengan yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Maluku Barat Daya. b. Dari 12 fokus survei ini, yaitu informasi umum responden, fishing ground, alat tangkap pasif dan alat bantu penangkapan, lokasi pendaratan ikan, daerah pemijahan (spawning ground, SPAG), budidaya perairan, pariwisata, sighting mamalia laut dan biota laut besar, pantai peneluran penyu, ancaman terhadap sumber daya, pemanfaatan ruang laut lainnya dan kearifan lokal, maka terkait informasi SPAG masih dirasakan minim dan perlu studi lanjutan untuk menggalinya. c. Studi pemetaan partisipatif ini walaupun belum merangkum seluruh desa pesisir, namun secara umum telah dapat memberikan informasi berharga bagi upaya pengelolaan sumber daya alam pesisir dan laut di wilayah ini. Perbedaan karakteristik wilayah, budaya dan sumber daya manusia di wilayah-wilayah ini menghendaki cara pendekatan yang berbeda pula untuk dapat mengelola sumber daya alam pesisir dan laut serta meningkatkan kesejahteraan para pelakunya.
Item Type: | Monograph (Project Report) |
---|---|
Subjects: | T Technology > Fishery Technology T Technology > TC Hydraulic engineering. Ocean engineering |
Divisions: | Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan > Manajemen Sumber Daya Perairan |
Depositing User: | Mr Admin UKAW |
Date Deposited: | 18 Oct 2022 03:26 |
Last Modified: | 18 Oct 2022 03:26 |
URI: | http://repo-ukaw.superspace.id/id/eprint/1145 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |